Tulisan Sastra



SANGKAR MAS YANG BERKARAT
“Kopi Lampung” judul lagu Jawa yang diputar Wawan sambil menunggu kepulangan kedua orang tuanya yang sibuk mencari nafkah untuk dirinya. Kegelisahan mulai menggangunya, jam sudah menunujkan pukul 12.00 malam kedua orangtuanyapun belum kunjung pulang. Wawan berusaha untuk mengihibur diri, dengan mengerjakan PR Kimia yang ditugaskan. Sekali-sekali terdengar di telinganya suara hentakan sepatu di lantai luar , seketika itupun dia bangun dan menengok keluar kiranya harapan kedua orang tuanya sudah pulang. Namun, tak kunjung ada, Wawan kembali duduk dan mengerjakan tugasnya.
Wawan melepas pandangan kosong ke dinding melihat semut berlajalan, terlintas di pikirannya “Betapa senangnya para semut itu, hidup dengan keramain, keharmonisan dan kekompakan” seketika itu dia membayangkan dirinya seperti semut. Dia menghayalkan ketika mengerjakan PR mamahnya berada di sebalah kiri dan ayahnya berada di sebelah kanan menemaninya. Namun, khayalan tersebut pudar ketika dia mendengar suar mobil ayahnya yang baru pulang. Wawan lansung bangun dan membuka pintu untuk ayahnya dengan harapan ayah turun dari mobil bersamaan dengan mamahnya. Tetapi, ayahnya hanya turun sendiri dengan menenteng tas berwarna hitam.
“Selamat malam nak” sapaan ayahnya. Lalu Wawan mengambil tangan ayahnya untuk dicium dan mengambil tasnya. Mereka bersamaan masuk ke dalam rumah. “Mamah mana ayah?” Wawan bertanya. “Lho memang mamahmu belum pulang, dasar mamahmu itu tidak bisa diatur” dengan muka kaget ayahnya ketika mendengar pertnyaan Wawan yang menanyakan mamahnya. “Ya udah ayah mau mandi dulu”, ayahnya masuk kedalam kamar. Wawan kembali mengerjakan PRnya sambil menunggu kepulangan mamahnya. Kesabaran Wawan untuk menunggu kepulangan mamahnya sudah mualai berkurang, kesunyian malam kini menyelimutinya, rasa ngantuk sudah mulai terasa.
‘gereeeeek’ suara pintu halaman. Wawan mulai bangkit, rasa nagatukpun  hilang seketika. Dia dengan cepat menyambut kepulang mamahnya. “Mamah akhirnya pulang juga” dalam hati kecilnya. “Kamu belum tidur nak?” sapaan mamahnya dengan muka yang sangat kelihatan letih. “Belum mah, aku masih mengerjakan PR sambil menungguh mamah”. Mamahnya tidak begitu peduli, dan lansung masuk kedalam kamar.
Wawan kemabili ke temapt belajar dan merapikan bekas belajarnya. Kemudian dia lansung ke kamar tidur yang berdekatan dengan kamar kedua orang tuanya. Keadaan mulai panas pada saat ayah terbangun dan melihat ibu yang beru pulang, “Kemana saja kamu, jam segini baru pulang?” dengan suara keras. “Ayah ndak lihat apa, mamah baru pulang kerja” Mamah menjawab dengan sinis. “Kerja ya kerja tetapi lihat-lihat waktu dong” emosi ayah sudah memuncak. Mamah menjawab “Ketimbang ayah, keliuran kaga jelas……” sebelum perkataan Mamah selasai, Ayah lansung bangun dan meukul Mamah. Lalu Mamah teriak dan mengis. Wawan lansung bangun dan masuk ke kamar orang tuanya. “Pah-mah bisa ngga sih semalam saja nda berantam” sambil menagis. “Kamu jangan ikut campur, mau ayah templeng lagi seperti Mamah mu” ayahnya dengan muka marah menatap Wawan. “Oke. Kalau aku sudah tidak dianggap lagi, aku pergi saja dari rumah ini” Wawan lansung keluar  mengabil tasnya yang berisi baju dan keluar dari rumah. Mamah juga sambil memasukan bajunya ke dalam tas, “Aku sudah tidak tahan lagi di rumah ini, Wawan tunggu Mamah nak!” Mamah keluar dan mengejar Wawan.
Sudah dua bulan Wawan meninggalkan rumah dan tinggal di rumah neneknya bersama Mamah. Semenjak pergi dari rumah, Wawan mulai prustasi mengingat prilaku kedua orang tuanya. Dia sering menyindiri akhir-akhir ini. Pada waktu  sore hari Wawan duduk di bawah pohon di taman dekat rumah neneknya. Datang dua orang cewek mistirius menghampirinya. “Halo cewok ganteng, ko’ muka murunng gitu. Ada masalah yah:” dengan centil salah seorang cewek itu menyapa Wawan yang lagi bengung. “Siapa kalian?” dengan perasaan khwatir. “Kami adalah orang-orang yang menjadi teman bagi orang-orang yang membutuhkan teman” kedua orang itu berusaha membujuk Wawan agar bersedia menerima mereka sebagai teman barunya. Setelah Wawan menerima mereka, kemudian dia menceritakan masalah-masalah yang dia hadapi dalam kelurganya yang membuat dia prustasi.
Kedua cewek misterius itu mulai menjalankan keahliannya. Setelah mereka mengetahui kelemahan wawan, mereka menawarkan obat-obat terlarang ke Wawan. Obat pertama yang berikan hanya Cuma-Cuma, setelah Wawan ketagihan dengan obat tersebut kondisinya sangat memprihatinkan, tubuhnya kurus, mukanya pucat dan sering menggigil. Semua barang berharga yang di pasilitasi ibunya sudah amblas terjual untuk membayar obat haram tersebut.
Sudah satu minggu Wawan tidak pulang ke rumah, ibu kaget melihat periasan-priasan berharganya tinggal kotak kosong yang tersisda di lemari. Mamah lansung pergi kerumah ayahnya. “Ayah….ayah….ayah?” dengan tergesah-gesah dan emosi mamah mengetuk pintu rumah. Tak lama kemudian Ayah keluar menghampiri Mamah. “Ada apa kamu kesini?” dengan sinis ayah melihat mamah. “Mana Wawan, ayah sembunyikan Wawan yah?” Mamah dengan emmosi. Setelah mereka cekcok mereka memutuskan untuk mencarika Wawan bersama-sama.
Di sisi lain, Wawan dengan tubuh gemetaran menghadang cewek untuk merampas tas cewek itu. Cewek itu teriak haingga terdengar oleh polisi yang sedang berpatroli. Di hampirinya Wawan dan cewek itu oleh polisi. “Pak polisi tolong saya, pria ini ingin merampas tas saya secara paksa?”. Polisi itu tidak berpikir lama, lansung memergol tangannya jaka. Dan dibawakannya ke kantor polisi.
Terdengarlah kabar kepada orang tuanya Wawan, bahwa Wawan telah ditangkap polisi. Tidak memikir panjang kedua orang tuanya lansung memastikan anaknya apakah benar dia yang ditahan. sesampai di ruang tahanan Mamah lansung menangis dan memluk Ayah ternyata yang ditangkap benar anaknya. Di situlah Ayah dan Mamah sadar bahwa akibat yang dia lakukan selama ini, menyebabkan anak semata wayang mengisi hari-harinya di dalam jeruji besi.