tugas psikologi sastra


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia berdasarkan observasi dan eksprimen. Objek kajiannya adalah prilaku manusia, proses kerja ahli psikologi dalam penyusunan teori hampir sama dengan pekerjaan sastrawan dalam mebuat tokoh-tokoh karyanya. Diawali dengan mengamati perilaku manusia, ahli psikologi  kemudian menyusun hasil pengamatannya atau eksprimennya dalam sebuah teori, sedangkan sastrawan sebelum membuat deskripsi tokoh terlebih dahulu ia mengamati kehidupan manusia nyata. Maskipun bidang itu mempunyai titik tolak yang sama dan bentuk dalam sebuah karya sastra (Badrun,  1997: 6-7).
Psikologi sastra muncul sebagai salah alat untuk mengupas atau menyelidiki serta mempelajari tentang tingkah laku serta aktivitas-aktivitas di mana tingkah laku serta aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwan.
 Dalam penlitian ini, mengupas struk pribadi seorang tokoh utama yaitu Ilham dalam novel Memeluk Gerhana karya Isa Kamari. Di dalam novel ini menceritakan perjalanan hidup Ilham mencari sebuah arti kehiduapan dan keinginan menemukan kehidupan yang nyaman apa yang ada dalam bayangannya. Perubaha-perubahan tingkah laku dan berberbagai tindakan yang dilakukan oleh Ilham merupakan dorongan dari dalam dirinya. Oleh Karen itu, sebagai mana dengan psrinsip kajian psikologi. Maka, peneliti berusaha meyelidiki bagaimana struktur dalam kejiwaan Ilham menemukan arti sebuah kehidupan dan kehidupan yang nyaman menurutnya.





1.2  Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas dapat dirumuskan sebuah rumusan masalah, yaitu “Bagaimana Struktur Kepribadian Tokoh Ilham dalam Novel Memeluk Gerhana Karya Isa Kamari”.

1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan struktur kepribadian tokoh Ilham dalam novel memeluk gerhana karya Isa Kamari.

1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.            Meningkatkan pengetahuan peneliti dalam analisis karya sastra menggunakan pendekatan analisis psikologi sastra.
2.            Menambah khasanah pengetahuan dalam mengenalisis karya sastra dengan dengan melihat struktur kepribadian tokoh.
3.            Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian berikutnya tentang struktur kepribadian tokoh.












BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Struktur Kepribadian
Freud mengemukakan kepribadian terdiri tiga sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Super-Ego (Das Uber Ich). Masing-masing sistem tersebut mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dan dinamika sendiri-sendiri. Akan tetapi ketiganya memiliki hubungan dalam membentuk tingkah laku manusia (Suryabrata, 2002: 124). Hubungan yang harmonis dari ketiga sistem kepribadian akan melahirkan pribadi yang berjiwa sehat, efisiensi dan memuaskan dalam lingkungannya. Sebaliknya, jika ketiga sistem kepribadian ini bertentangan satu sama lain maka terbentuk pribadi yang tidak dapat menyesuaikan diri, tidak puas dengan dirinya dan dunia, dan efesiennya menjadi kurang. (Hall, 2000: 17).
Id (Das Es) merupakan aspek biologis dan sistem yang original di dalam kepribadian. Dan unsur dari kepribadian Freud menyebutkan Id sebagai suatu kenyataan rohaniah yang sebenarnya, bahwa Id adalah kenyataan subyektif yang primer, dunia batin yang ada sebelum seorang individu mempunyai sesuatu pengalaman tentang dunia luar (Hall, 2000: 21-24). Id (Das Es) akan bertindak menekan dan mengurangi jumlah ketegangan. Fungsi Id adalah untuk mengusahakan tersalurkannya kumpulan energi ketegangan yang dicurahkan dalam jasad oleh ransangan-ransangan, baik dari dalam maupun dari luar.
Ego (Das Ich) adalah pelaksanaan kepribadian yang mengontrol dan merintah Id dan Super-Ego serta memelihara hubungan dengan dunia luar untuk kepentingan seluruh kepribadian dan keperluannya. Ego bertindak berdasarkan prinsip kenyataan dan disertai dengan proses skunder (Hall, 2000 : 19).
Ego menghindarkan pribadi dari pengalaman yang menyakitkan dan melakukan kesalahan dalam usaha predaran energi dan ketegangan. Untuk meredakan dan mengurangi ketegangan, ego akan mencari benda nyata atau sesuatu yang wajar dan tepat sehingga peredaran ketegangan itu harus ditangguhkan sementara waktu.
Super-Ego (Das Uber Ich) adalah sistem kepribadian yang ketiga dan merupakan wakil kepribadian ukuran-ukuran moral dan cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anaknya. Super-Ego dianggap sebagai hasil sosialisasi dan adat tradisi kebudayaan. Super-Ego ini akan keluar jika Ego sudah lemah mengekang tuntutan dari Id. Tujuan dari Super-Ego adalah untuk mengontrol gerak hati, dengan menetapkan sesuatu sebagai benar atau salah, pantas atau tidak pantas.
Dalam pelaksanaan pengawasannya atas tindakan sesorang, Super-Ego memiliki dua sistem, yaitu Ego ideal (ich ideal) sebagai bentuk penghargaan berupa perasaan bangga akan dirinya atas tindakan yang benar, baik, atau sesuai dengan nilai-nilai etika.


2.2 Analisis Struktur Kepribadian
      2.2.1 Id ( Das Es)
Aspek biologis aspek batin yang terdapat dalam tokoh Ilham yang berupa Id yaitu adanya hasrat keinginan mencari arti hidup dan kenyamanan. Dengan cara melakukan berbagai kegiatan-kegiatan di kelas agama untuk memenuhi berbagai gejolak batin rasa ingin tahu di dalam dirinya.
Unsur-unsur itu dapat diklasifikasikan menjadi berbagai aspek insting yaitu; (1) insting kasih sayang, (2) insting ingin tahu (3) insting kebebasan, dan (4) insting penghargaan.
1.      Insting Kasih Sayang
Insting ini merupakan keinginan untuk dicintai dan mencintai. Keinginan ini adalah hasrat dari setiap orang yang hidup di dunia. Sejak kecil manusia membutuhkan kasih sayang berupa perlindungan dari orang-orang dewasa dalam hal ini keluarga dan lingkungannya. Setelah dewasa, keinginan untuk saling mencintai dan dicintai tersebut diarahkan kepada lawan jenis. Meskipun objeknya berbeda, pada hakikatnya sama.
Kasih sayang berupa perlindungan dari orang tua sejak kecil didapatkan oleh Ilham dalam keluarganya. Ketika mereka pindah ke Kampung Tawakal, Ilham beserta kelurganya tinggal di sebuah rumag kecil yang terbuat dari papan. Pada hari pertama mereka menikmati malam pertama di istana kecilnya. Ilham merasa tidak nyaman dengan binatang-binatang kecil yang menggagu tidurnya. Terlihat kasih sayang berupa perlindungan yang diberikan kelurganya dalam kutipan berikut,
"Setalah bangun, ayahku menyemprot obat serangga untuk membunuh pijat-pijat (binatang kecil) yang bersembunyi di balik papan dan tempat tidur. Banyak sekali yang berhasil kami bunuh, sampai dapat digemgam penuh dalam tangan. Tubuh pasukan serangga itu gemuk-gemuk. Kurang ajar, tentunya itu hasil mengisap darah kami semalaman. Selain itu, sebelum tidur tadi malam, ayah sempat memasang perangkap tikus dengan umpan kelapa yang dibakar...." (Kamari, 2008:7).

Selian kasih sayang berupa perlindungan pisik, Ilham juga mendapat kasih sayang berupa perhatian dan dorongan moral dari orang tuanya. Pada saat hari pertama dia masuk Sekolah Dasar  Swiss Cotage dia merasa ibarat rusa masuk kampung. Begitu halnya dengan siswa-siswa baru yang lain. Ketika pelajaran berhitung dimulai, tiba-tiba ada seorang anak menagis sehingga menular ke siswa lainnya, namun pada saat itu ayahnya memberikan sebuah dukungan moral dengan isarat supaya dia tidak ikutan menangis.
"Tiba-tiba, ada seorang murid perempuan yang menagis dan menjerit-jerit. Jeritan itu menular pada seorang murid laki-laki yang lain, yang ikut pula menjerit dan menangis. Mrs. Doo menemui keduanya dan mengajak mereka keluar sejenak untuk bertemu dengan kedua orangtua mereka. Aku memandang ke arah ayah di balik jendela yang memberi isyarat kepadaku agar jangan menagis. Aku tersenyum untuk meyakinkanya agar jangan khwatir..."(Kamari, 2008: 13).

Di samping kasih sayang dari keluarga Ilham ingin mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari luar. Sama halnya dengan laki-laki lain dia berusaha ingin mendapat perhatian dari seorang wanita yang menggikat perasaannya. Dengan berbagai cara dia lakukan untuk mendapat perhatian salah satunya dengan mencukur rumbutnya dengan gaya crew cut dari seorang wanita sebaya dengannya bernama Nazira. Namun, perhatian yang diharapkan olehnya dari Nazira tidak didapatkannya, di sebabkan di tempat sekolahnya gaya cukur yang botak dan tipis tidak diperkenankan.
Bentuk tindakan yang dilakukan oleh Ilham terlihat dalam kutipan berikut:
"Esok paginya, dengan berat hati, Aku pergi ke sekolah dengan potongan rambut crew cut. Semua teman-temanku terkejut melihatku. Mereka bertanya kepadaku, mengapa aku berbuat seperti itu.
Aku pura-pura tersenyum bangga. Teman laki-lakiku mengatakan bahwa aku terlihat lebih garang. Mirip seperti kepala Kojak yang dimainkan filim Telly Savalas yang bengis itu. Mereka juga bilang, aku cocok menjadi bajak laut, atau pemimpin mafia....." (Kamari, 2008: 92).

Dari bentuk insting kasih sayang tersebut seorang tokoh Ilham berusaha mencari arti sebuah kehidupan dengan melihat kasih sayang yang muncul dan diberikan oleh lingkungan, baik dari lingkungan kelurga berupa perlindungan pisik maupun moral. Dan dari lingkungan luar kelurga berupa kasih sayang lawan jenis sebagai naluriah seorang mahluk ciptaan.
     
2.      Insting Ingin Tahu
Insting ini merupakan naluri manusia untuk mengetahui tentang sesuatu yang baru. Dalam diri tokoh Ilham ada semacam kekuatan dari dalam dirinya  yang berusaha mendorong ia ingin mengetahui tentang berbagai hal baru dalam upaya ingin mencari arti sebuah kehidupan.
Salah satu bentuk dorongan yang terdapat dalam diri Ilham brupa rasa ingin mengatahui dan merasakan ketentaraman jiwa dari ilmu religius dengan membaca buku-buku dan memasuki kelas-kelas agama yang dibimbing Ustaz Saniff (salah seorang pembimbing dalam kelas agama).
"Kini, aku lebih sering membaca buku-buku agama. Melalui Saifudin dan Bang Zulkifli. Aku mengenal buku seperti Towrd Understanding Islam....Saat itu, pemahamanku tentang agama hanya terbatas pada rukun islam, rukun iman, serta sifat dua puluh yang kuhafal untuk ujian di madrasah. Kini, pemahaman agamaku berkembang. Aku melihat Islam sebagai cara hidup."(Kamari, 2008:218).

Dari penggalan tersebut, nampak bahwa dorongan rohani Ilham menambah rutinitasnya menjadi salah satu anggota kelas agama yang dibimbing oleh Hustaz Saniff. Dalam rangka mencari arti kehidupan lewat ilmu-ilmu agama.
Dalam sebuah perjalanan  dorongan rasa ingin tahu ini Ilham larut dalam alur rutinnitas baru yang dia kerjakan. Sebagai anggota kelompok diskusi yang dia kenal dengan istilah usrah. Di tengah alur rutinnitasnya itu, timbul rasa ingin tahu terhadap apa misi dari kelompok itu. Namun, dia tidak berani untuk menanyakan hal tersebut pada Saifudin atau bang Zulkifli selaku pembina dalam usrah tersebut. Terlihat dalam kutipan berikut:
"Aku lihat, mereka sibuk mencatat sesuatu dalam buku nota masing-masing. Aku sedikit meresa curiga, tetapi tidak berani bertanya, apa yang mereka catat. Lagi pula Ustaz Sanif pernah mengajarkan bahwa tidak boleh berperasangka buruk kepada orang lain."(Kamari, 2008:258).

Rasa ingintahu ini juga muncul dari sesorang akibat adanya sebuah kecurigaan terhadap apa yang dia rasakan baru menurutnya. Dalam sebuah obrolan di telepon  Saifudin memangil nama samaran Ilham dengan panggilan ’Eid’. Nama samaran itu didaptkan dari kelompok diskusinya untuk sebagai identitas lain. Namun, ia mendapat dorongan dari dalam dirinya untuk mengatahui fungsi keberadaan identitas samaran dalam dirinya yang dia dapatkan dalam kelompok diskusi (usrah). Tergambar dalam kutipan berikut ini:
"Aku juga menerima telepon dari Saifudin. Dia juga mau bertemu denganku hari ini untuk membecirakan masalah penting. Aku katakan bahwa aku sedang tidak mood bertemu dengannya. Dia mendesak, tetapi aku menutup telepon tanpak menjawab permintaannya. ....Hatiku terganggu karena dia menyebut nama samaranku Eid saat mengobrol" (Kamari, 2008: 342).

3.      Insting Penghargaan
Insting ini merupakan naluri atau keinginan manusia sebagai mahluk sosial untuk dihargai oleh lingkungannya. Pada dasarnya, setiap manusia lahir di dunia ini membutuhkan penghargaan terhadap tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan. Dengan adanya penghargaan ini, manusia merasa keberadaan dirinya diakui. Begitu juga Ilham dalam novel ini, dia melakukan berbagai kegiatan untuk dapat menarik perhatian dari orang lain yang berupa penghargaan, seperti terlihat pada kutipan berikut:
"Secara resmi kami telah membuat sebuah lapangan badminton di sana dan memasang jaring lampunya. kami juga menyediakan kursi tinggi di bagian tengah padang di sisi lereng bukit" (Kamari, 2008: 75).

Dari kutipan di atas, terlihat ada sebuah dorongan dalam diri Ilham untuk mencari jati dirinya dan berusaha mendapatkan perhatian dari lingkungannya. Dengan cara membuat suatu pertandingan badminton bersama teman-temannya. Meski dalam pembuatan dan penyedian lapangan untuk acara itu dengan perlengkapan seadanya, namu dia bersama keenam kawannya mampu mengadakannya dengan perlengkapan seadanya.
Selain dari hal itu, dorongan lain yang mendorong Ilham untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan dari lingkungan. Dia melakukan berbagai hal dalam bidang kerohanian untuk medapatkan penghargaan tersebut. Terlihat pada kutipan berikut ini.
"Atas dasar apa kami dipilih, sela Yusuf. Bang Zulkifli dan Saifudin tersenyum. Anda semua dipilih karena telah menunuukkan minat yang mendalam terhadap Islam dan karena bakat kepemimpinan yang kami lihat pada diri Anda sekalian sambungnya. Aku teresenyum bangga karena telah dipilih..... "(Kamari, 2008: 270).

Dari penggalan kutipan tersebut terdapat gambaran bahwa ada sebuah insting dari  Ilham untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain, untuk menemukan jati dirinya. Pada mulanya sebelum mendapatkan sebuah penghargaan itu dia melakukan berbagai diskusi, mengikuti pelatihan kepemimpinan, dan mengikuti kelas agama secara aktif.

4.      Insting Kebebasan
Insting kebebasan merupakan naluri atau keinginan manusia untuk merasa bebas melakukan dan berbuat apapun untuk memenuhi hasrat di dalam dirinya.
"Ham tidak tahu, Ibu. Ham tidak tahu, jawabku sambil menundukkan kepala. Mana bisa tidak tahu? Ini pasti tentang kelas agama itu! Pulang malam-malam. Kadang-kadang pagi. Ini pasti tentang pergi tempoperkemahan tempo hari! Pasti ada masalah! Karena itu, harus menghadap ke polisi! Membuat orang susah saja! Ayah menghardik lagi. Wajahnya juga pucat.
"Ham minta maaf, Ayah, Ibu"pintaku pelan.
"Sekarang sudah terjepit, baru minta maaf!" Ayah menghardik. ”(Kamari, 2008:350).

Dari kutipan di atas Ilham berkeinginan terbebas dari berbagai masalah yang dia hadapi. Setelah dia mengikuti ujian GCE tingkat A tidak lulus di tambah lagi dengan adanya surat penangkapan dari polisi. Sehingga dia berusaha terbebas dari hardikan orang tuanya dan ketakutan yang melandainya. Selang beberapa hari mendapatkan surat tersebut dia bersama orang tuanya pergi ke Pohenix Park (kantor polisi), setelah di sana dia dibawa seorang petugas polisi untuk diintrogasi terhadap kegitan-kegitan yang dilakukannya yang berkaitan dengan kelompok agama yang dianggap pemberontak oleh pemerintahan setempat.
...Tiba-tiba suatu tamparan keras singgah di atas tengkukku. Kepalaku terhuyung ke depan sehingga menghantam meja di depanku.
"Stand up" bentaknya lagi
Dalam keadaan hampir tak naik pitam, aku mencoba bangun sambil meraih bagian belakang kursi. Aku berpegangan di sana.
Aku merasa telah dihina, tetapi aku tidak berdaya melawan. Saat itu aku mengibaratkan diriku  seperti timun yang berhadapan dengan durian. melawan luka dengan tidak melawan. (Kamari, 2008: 358)

Rasa ingin kebebasan muncul dari Ilham ketika ia mulai merasa dilecehkan dan disiksa dengan pukulan oleh para oktum polisi pada saat mengintrogasinya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa dengan mengingat kegiatan-kegitannya selama mengikuti kegitan diskusi (usrah) agama. Dia merasa bersalah dan menyesal terhadap apa yang ia lakukan.

      2.2.2 Ego (Das Ich)
Ego (Das Ich) yang bertindak sebagai pelaksana apa yang merupakan dorongan dari dalam pribadi tokoh. Adanya insting-insting tersebut di atas  tentunya dimunculkan atau direpresi dengan berbagai pertimbangan dari ego dan super ego. Insting kasih sayang dalam Ilham didapatkan dari lingkungan keluarga terhadap dirinya terutama dari ayahnya yang meberikan suatu kasih sayang berupa perlindungan pisik dan dukungan mental. Untuk mendapatkan kasih sayang tersebut Ilham melakukan berbagai bentuk tindakan.
”Aku ingat pertama kali tidur di rumah tua kamar itu. Aku tidak dapat tidur nyenyak. Hujan turun dengan lebatnya, seolah-olah pintu langit telah dibuka untuk merayakan kedatangan kami di Kampung Tawakal. Guruh berdentuman dan petir sambung-menyambung. Pada malam yang dingin itu, aku juga diserang oleh pasukan pijat-pijat. Lengan, kaki, dan tubuhku juga bentol-bentol akibat gigitan nyamuk dan serangga lainnya. Hatiku tidak tenang. Aku selalu terbangun. Tak terbayang betapa bersyukurnya aku saat pagi telah tiba.”(Kamari, 2008:7).

Dari kutipan tersebut tergambar, ego memenuhi hasrat dari dorong dari dalam Ilham untuk mendapatkan perhatian dan perlindungan pisik dari orang lain dalam hal ini ayahnya. Dengan menunjukan apa yang dialami olehnya ketika waktu tidur dengan bekas-bekas serangga yang menggitnya dan ketidak nyamanan pada saat tidur yang selalu terjaga.
Begitu halnya kasih sayang dari luar, Untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari luar dalam hal ini Nazirah. Ilham mencukur rambutnya dengan gaya crew cut supaya kelihatan tampil beda dari anak laki-laki lain. Meskipun hal ini, dilarang oleh kepala sekolahnya namun dia tetap melakukannya.
Insting ingin tahu terhadap sesuatu hal yang baru dalam rangka mencari arti kehidupan yang mendorong ego untuk memenuhi khasrat itu. Ego yang ada dalam diri Ilhampun memenuhi dorongan dari Id-nya. Bentuk dorongan tersebut berupa keingintahuan Ilham dalam ilmu agama lebih mendalam. Kemudian direalisasikannya dalam bentuk mengikuti kelas agama, membaca buku-buku agama dan mengikuti diskusi-diskusi agama (usrah). Namun dalam perjalanan alur pencariannya, Ilham timbul rasa curiga terhadap gerak gerik para pembina dan kawan-kawannya, dari kegiatan  mencatat dalam buku catatan kecil yang orang lain tidak boleh mengetahuinya termasuk Ilham sendiri dan mendapat nama samaran dari kelompok diskusinya.
Dalam rangka mewujudkan insting berikutnya yaitu insting penghargaan. Ilham sangat kereatif, bersemangat dan bersungguh dalam melakukan sesuatu apa yang dia kerjakan. Seperti pada pelaksnaan kegiatan permainan badminton di kampungnya, dia melakukan ini bersama teman-temannya dengan perlengkapan yang seadanya. Ini dia lakukan semata-mata untuk memanuhi dorongan dalam dirinya untuk medapatkan pengakuan atau penghargaan dari lingkungannya. Selain dari itu, dalam kegiatan diskusi agamapun dia dengan bersungguh-sungguh melakukan semua kegiatan, dari kegitan perkemahan sampai dengan pengkaderan angota kelompok diskusi agama yang dia ikuti.
Begitu halnya dengan untuk memenuhi insting kebebasan. Ilham mengelak pada saat ditanya oleh orang tuanya mengenai kegitan-kegiatan yang selama ini dia lakukan. Dia mengelak dengan memberikan jawaban ’tidak tahu’ dari setiap pertanyaan yang dilontarkan ibunya kepadanya. Meskipun sebelumnya dia sudah merasa curiga terhadap gerak-gerik pembina dan teman-teman diskusi agamanya.
Insting kebebasan juga dia realisasikan dalam bentuk pembrontakan batin dalm dirinya pada saat dia diintorgasi di kantor polisi. Berbagai pukulan yang diberikan oleh oktum polisi yang mengintrogasinya terhadap kegiatan diskusinya. Dia hanya terdiam dan bangun ketika jatuh dipukul oleh oktum polisi tersebut.

       2.2.3 Super-Ego (Das Uber Ich)
Super-Ego (Das Uber Ich) adalah sistem kepribadian yang ketiga dan merupakan wakil kepribadian ukuran-ukuran moral dan cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anaknya. Super-Ego dianggap sebagai hasil sosialisasi dan adat tradisi kebudayaan. Super-Ego ini akan keluar jika Ego sudah lemah mengekang tuntutan dari Id. Tujuan dari Super-Ego adalah untuk mengontrol gerak hati, dengan menetapkan sesuatu sebagai benar atau salah, pantas atau tidak pantas.
Dalam pelaksanaan pengawasannya atas tindakan sesorang, Super-Ego memiliki dua sistem, yaitu Ego ideal (Ich Ideal) sebagai bentuk penghargaan berupa perasaan bangga akan dirinya atas tindakan yang benar, baik, atau sesuai dengan nilai-nilai etika.
Kaitannya dengan tokoh Ilham, Super-ego yang keluar untuk mempertimbangkan semua tuntutan Id dalam dirinya. Dengan mempertimbangkan norma-norma agama. Karena pada dasarnya dia memiliki keinginan untuk mencari arti kehidupan dengan jalan-jalan agama.
Sebagai mahluk ciptaan Tuhan dalam melakukan berbagai tindakan perlu ada pertimbangan sesuai dengan perintah-Nya dan aturan-Nya. Seperti pada kutipan berikut:
Namun, di balik kelelahan hatiku itu terselip sedikit kebahagian. Inilah kesempatan paling bagus buatku untuk menjalin hubungan mereka semua. Inilah peluang bagiku untuk menjaid cassanova jika akau mau.
Tiba-tiba, aku ingat pesan Ustaz Saniff  "Jika kau berikan hatimu pada manusia, pasti manusia akan membuatnya terluka. Karena itu, berikan hatimu kepada Allah. Dia akan selalu menjaganya dan tidak membuatnya terluka."(Kamari, 2008: 231)
     
Dari kutipan tersebut jelas sekali bahwa insting yang mendorng Ilham dalam melakukan suatu tindakan, dipertimbangkan oleh super-ego dengan melihat norma-norma agama. Ketika dia sudah mulai mengenal rasa cinta terhadap lawan jenis. Dia banyak mengenal para wanita seperti Nazira, Riyana, Aisyah, Nazihah dan Syakila yang dimana mereka semua menaruh perhatian lebih kepada Ilham begitu sebaliknya. Namu, di sisi lain Ilham ketika itu sudah mengenal dan mempelajari ilmu-ilmu agama secara mendalam. Sehingga dorongan Id dari dalam dirinya dapat redam.
Selain norma agama yang menjadi pertimbangan dalam bertindak, norma soasialpun juga dia pertimbangkan ketika dia merasa tersakiti hatinya oleh orang lain dia dapat menahan egonya. Tergambar pada kutipan berikut:
Aku lalu tertawa sendiri mengenang sikapku yang cengeng itu. Aku mengingat diriku bahwa aku kini berumur enam belas tahun. Aku harus bertindak lebih matang, mungkin cukuplah  jika aku menjaga kehendak dan naluriku di masa depan. Tidak perlu bersikap kasar dan protes seprti itu....(Kamari, 2008: 216).

Denagan mempertimbangkan berbagai norma dalam beritndak Ilham lebih memilih jalan agama untuk mencari arti kehidupan. Walaupun selain jalan agama ada jalan-jalan lain yang bisa Ilham tempuh untuk mencari apa yang dicari selama ini. Meskipun langkah dalam jalan itu dapat menjerumuskannya dalam masalah  yang lebih besar lagi.









BAB III
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pendeskripsian tentang analisis struktur kpribadian tokoh Ilham dalam novel Memeluk Gerhana karya Isa Kamari. Terdapat gambaran adanya dorongan Id untuk mencari arti kehidupan yang dilakukan oleh tokoh utama. Yang dipilah dalam bentuk, (1) insting kasih sayang, (2) insting ingin tahu (3) insting kebebasan, dan (4) insting penghargaan.
Begitu juga dengan peranan ego dan super-ego dalam memenuhi dan mempertibangakan berbagai macam dorongan dari dalam diri degan norma-norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam melakukan suatu tindakan seperti halnya norma agama. Dengan adanya pertimbagan-pertimbangan tersebut tokoh utama berusaha mencari objek-objek lain untuk dapat menemukan apa yang dia cari. Mulai mencari kasih sayang dari orang keluarga, lingkungan masyarakat bahkan sampai mengikuti kelas agama.














DAFTAR PUSTAKA
Badrun, Ahmad. 1997. Dasar-Dasar Memahami Psikologi Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Hall, Calvin S. 2000. Libido Kekuasaan Sigmund Freud. S. Tasrif (penerjemahan). Yogyakarta: Terawang.
Kamari, Isa. 2007. Memeluk Gerhana. Jakarta: Mizan Publika.
Sukarda, Made. 1987. Beberapa Aspek Tentang Sastra. Denpasar: Kayumas Yaysan Ilmu dan Seni Leisiba.
Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Kpribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar